SUKU BIMA
Di negara kita indonesia ini,ada banyak sekali keberagaman suku dan bahasa.Hingga saat ini kurang lebih ada 1,340 suku bangsa dari seluruh pelosok indonesia,dan dari sekian banyak suku saya akan membahas salah satu suku dari nusa tenggara barat yaitu suku bima.mengapa saya memilih suku bima?ini dikarenakan banyak unsur kebudayaan yg dapat kita ulas suku bima ini.
Suku Bima atau biasa disebut juga suku Dou Mbojo merupakan etnis yang mendiami Kabupaten Bima dan Kota Bima. Suku ini dikabarkan telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Lingkungan alam suku Bima berbeda-beda karena di daerah utara Lombok tanahnya sangat subur sedangkan sebelah selatan tanahnya gundul dan tidak subur. Kebanyakan dari mereka bermukim sekitar 5 km atau lebih dari pesisir pantai. Dahulu Suku Bimadisebut juga suku "Oma" (artinya "berpindah-pindah") karena pada saat itu mereka hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Ini berarti pada saat ini Suku Bima telah tinggal menetap. Suku Bima memiliki hubungan dengan suku Sasak yang tinggal berdekatan di Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Mata pencaharian yang utama adalah meramu. Selain itu, mereka juga bersawah beternak kuda dan berburu. Suku Bima terkenal dengan kudanya yang kecil tetapi kuat. Tahun 1920-an daerah Bima sudah menjadi tempat pengembangbiakan kuda yang penting. Sistem pengairan Subak yang dikenal dalam masyarakat Bali dan Sasak juga diterapkan, disebut ponggawa. Irigasi secara permanen ini dapat dilakukan karena adanya sungai-sungai di pesisir utara dan sungai-sungai di pusat pegunungan. Selain itu, para wanita juga membuat kerajinan anyaman dari rotan dan daun lontar, juga kain tenunan 'tembe nggoli, yang terkenal.
Secara umum, penduduk Nusa Tenggara Barat sangat terikat dengan adat dan agamanya, Namun demikian, mereka tidak menutup diri sama sekali dari pengaruh luar. Dahulu, sekolah dianggap perusak adat. Saat ini anak-anak disekolahkan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Mereka cenderung beranggapan segala yang berasal dari luar itu baik, terutama yang menyangkut kebudayaan dan teknologi. Cara hidup dan berfikir sudah mengikuti pola modern, hidup hemat, cermat dan ekonomis.
Dalam kehidupan sehari-hari, Suku Bima berkomunikasi dengan sesamanya menggunakan bahasa Bima. Bahasa Bima terdiri atas berbagai dialek, yaitu dialek Bima, Bima Donggo dan Sangiang.Adanya ketiga dialek tersebut menunjukkan tingkatan atau tinggi rendahnya bahasa Bima, yang kemudian digunakan sebagai acuan dalam berkomunikasi, sebagai wujud nilai kesopanan. Bahasa yang mereka pakai ini termasuk bahasa yang digunakan oleh kelompok Melayu Polynesia.
Kepercayaan asli orang Bima disebut pare no bongi, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Walaupun sebagian besar masyarakat Bima memeluk agama Islam, suku Bima masih mempercayai dunia roh-roh yang menakutkan. Dunia roh yang ditakuti adalah Batara Gangga sebagai dewa yang memiliki kekuatan yang sangat besar sebagai penguasa, Batara Guru, Idadari sakti dan Jeneng, roh Bake dan roh Jim yang tinggal di pohon, gunung yang sangat besar dan berkuasa untuk mendatangkan penyakit, bencana, dll. Mereka juga percaya adanya sebatang pohon besar di Kalate yang dianggap sakti, Murmas tempat para dewa Gunung Rinjani; tempat tinggal para Batara dan dewi-dewi. Sedangkan suku Bima bagian timur menganut agama Kristen.
Mayoritas penduduk Kota Bima memeluk agama Islam yaitu sekitar 97,38% dan selebihnya memeluk agama Kristen Protestan 0,89%, Kristen Katholik 0,62% dan Hindu/Budha sekitar 1,11%. Sarana peribadatan di Kota Bima terdiri dari Masjid sebanyak 51 unit, Langgar/Mushola 89 unit dan Pura/Vihara 3 unit. Sedangkan fasilitas sosial yang ada di Kota Bima meliputi Panti Sosial Jompo dan Panti Asuhan sebanyak 6 Panti yang tersebar di 3 kecamatan. Masyarakat Bima adalah masyarakat yang religius. Secara historis Bima dulu merupakan salah satu pusat perkembangan Islam di Nusantara yang di tandai oleh tegak kokohnya sebuah kesultanan, yaitu kesultanan Bima. Islam tidak saja bersifat elitis, hanya terdapat pada peraturan-peraturan formal-normatif serta pada segelintir orang saja melainkan juga populis, menjadi urat nadi dan darah daging masyarakat, artinya juga telah menjadi kultur masyarakat Bima.
a) Tari Bajang Girang
Tarian ini perwujudan ekspresi perasaan anak muda yang selalu bermaksud untuk melaksanakan perkawinan. Dalam Bahasa Indonesia, kata bajang berarti muda dan girang berarti senang.
b) Tari Lenggo
Tari Lenggo adalah salah satu jenis kesenian yang ada pada zaman dahulu diselenggarakan oleh para Raja dan Ratu di Bima. Gerakan tarian ini yang demikian luwes merupakan cerminan keluwesan dan tingkah laku yang baik dari para pemuda dan pemudi di Bima. Tari Lenggo pada zaman dulu sering dipertunjukan pada upacara-upacara menyambut tamu-tamu, upacara adat lainnya atau acara penting kerajaan.
c) Ntumbu
Ntumbu adalah atraksi mengadu kepala antara dua pemain, merupakan salah satu pertunjukan di daerah Bima. Pada pertunjukan ini kedua pemain diberikan kekebalan lebih dulu oleh pemimpin pertunjukan yang disebut Guru' dengan berdo'a yang disebut Nochtah". Untuk memungkinkan melangsungkan pertunjukan perlu adanya kepercayaan, keyakinan yang dikonsentrasikan dalam hati bagi kedua pemain dan ini akan diperoleh apabila kedua pemain telah di do'akan. Pemain membagi diri dalam dua kelompok. Kelompok yang bertahan disebut "Te'e" dan yang menyerang disebut " Ncora" Atraksi Ntumbu diiringi musik tradisional Bima, mula-mula pemain yang memegang dan melambaikan saputangan memberi salam kepada penonton kemudian pemanasan sebelum melakukan adu kepala.
Mata pencaharian utama Suku Bima adalah meramu. Selain itu, mereka juga bersawah beternak kuda dan berburu. Suku Bima terkenal dengan kudanya yang kecil tetapi kuat. Tahun 1920-an daerah Bima sudah menjadi tempat pengembangbiakan kuda yang penting. Sistem pengairan Subak yang dikenal dalam masyarakat Bali dan Sasak juga diterapkan, disebut ponggawa. Irigasi secara permanen ini dapat dilakukan karena adanya sungai-sungai di pesisir utara dan sungai-sungai di pusat pegunungan. Selain itu, para wanita juga membuat kerajinan anyaman dari rotan dan daun lontar, juga kain tenunan 'tembe nggoli, yang terkenal.
Saat ini, mata pencaharian utama masyarakat suku Bima adalah bertani dan sempat menjadi segitiga emas pertanian bersama Makassar dan Ternate pada zaman Kesultanan. Oleh karena itu, hubungan Bima dan Makassar sangatlah dekat, karena pada zaman Kesultanan, kedua kerajaan ini saling menikahkan putra dan putri kerajaannya masing.
Komposisi penduduk Kota Bima berdasarkan mata pencaharian didominasi oleh petani/peternak dan jasa/pedagang/pemerintahan yang besarnya masing-masing 45,84% dan 45,05%. Jenis pekerjaan yang digeluti penduduk Kota Bima antara lain: petani 15.337 orang, nelayan 425 orang, peternak 13.489 orang, penggalian 435 orang, industri kecil 1.952 orang, industri besar/sedang 76 orang, perdagangan 1.401 orang, ABRI 304 orang, guru 1.567 orang dan PNS berjumlah 2.443 orang
Masyarakat Bima telah mengenal teknologi, sehingga peralatan yang dipergunakan beberapa sudah modern. Peralatan dan perlengkapan hidup mencakup pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, dan transportasi.
Secara umum, penduduk Nusa Tenggara Barat sangat terikat dengan adat dan agamanya, Namun demikian, merreka tidak menutup diri sama sekali dari pengaruh luar. Dahulu, sekolah dianggap perusak adat. Saat ini anak-anak disekolahkan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Mereka cenderung beranggapan segala yang berasal dari luar itu baik, terutama yang menyangkut kebudayaan dan teknologi. Cara hidup dan berfikir sudah mengikuti pola modern, hidup hemat, cermat dan ekonomis.
Sebagaimana kampung adat lainnya, pada Suku Bima terdapat perangkat adat yang berfungsi mengurus segala urusan masyarakat yang berkaitan dengan adat istiadat maupun hukum ada.
Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan untuk kebudayaan dari suku bima,semoga artikel ini bermanfaat untuk kita semua :)